Cerpen
(Cerpen) Ketulusan Hati Seorang Wanita
Sore
ini Fitri datang untuk menontonku bermain futsal. Mantanku ini datang bersama
Vina. Teman dekat dari Fitri ini memang begitu jelita parasnya dan senyumnya
begitu manis mengalahkan gulali. Ya memang aku menyukai Vina, tak peduli dia
itu teman dari mantanku, tapi tetap aku ingin dekat dengan Vina.
“Hai Zal, sudah selesai ya futsalnya, ini aku
bawakan air minum sama handuk.”
Aku tau kalo Fitri sebenarnya masih mengharapkanku,
terlihat dari cara dia menatapku dengan penuh harapan dan perasaan, perhatian
dia kepadaku juga terlihat. Tapi aku sudah tidak menyukai Fitri, jadi aku tidak
mempedulikan dan akan bersikap cuek kepadanya.
“Iya makasih ya Fitri. Eh ada Vina juga ya? Apa
kabar Vina? Makin cantik aja.”
“Iya hehe aku diajak Fitri kesini, kabar aku baik
kok. Ah kamu bisa aja gombalnya Zal.”
Tetap saja aku bersikap cuek kepada Fitri dan malah
lebih bersikap terbuka kepada Vina. Entah Fitri menyadarinya atau tidak.
Padahal aku berharap kalo Fitri menyadari bahwa aku sudah tidak lagi
mencintainya dan lebih mengharapkan Vina yang mengisi hari-hariku agar menjadi
lebih berwarna.
Setelah
pulang aku masih memikirkan Vina dan berharap dia meresponku. Segera ku ambil
ponselku dan menghubungi Vina.
“Hallo, Vina malam ini ada acara? Aku mau ngajak
kamu makan malam diluar.”
“Eh Rizal, kebetulan aku lagi sama Fitri nih.
Baiklah aku mau, Fitri diajak nggak?”
“Nggak usah, aku pengin makan berdua aja sama kamu.
Kamu pulang aja dulu nanti aku jemput dirumahmu biar Fitri nggak tau.”
“Ok Zal aku pulang sekarang nih.”
Ku matikan ponselku dan segera menuju rumah Vina
lalu ku bawa ke rumah makan yang romantis dan tempat duduk yang telah ku pesan
dengan hiasan lilin dan bunga disekelilingnya.
“Wah indah sekali Zal, ini beneran kamu enggak salah
ajak? Bukan Fitri yang seharusnya disini sama kamu?”
“Enggak Vin, aku sengaja ajak kamu kesini dengan
suasana romantis begini. Kamu gak apa-apa kan aku ajak kesini?”
Vina tidak menjawab malah dia memeluk aku dengan
spontannya. Mungkin ini menandakan kalo Vina senang dibawa kesini. Aku rasa ini
sudah lebih dari lampu kuning yang Vina berikan untukku yang sedang berusaha
mendekatinya.
“Vin, aku rasa aku suka sama kamu, kita sudah kenal
lama juga dan aku mau kita kenal lebih dekat lagi. Apakah kamu mau?”
“Tapi... Bagaimana dengan Fitri? Dia kan masih
mengharapkanmu.”
“Biarkan saja Fitri, nanti dia juga bakal tau kalo
aku sudah tidak mencintainya lagi.”
“Tapi aku......
“Ssssttt sudah tinggal jawab IYA atau TIDAK Vin.”
“I..i..iya deh aku mau kenal dekat denganmu.”
Setelah
kejadian malam itu aku jadi semakin dekat dengan Vina. Kami selalu menghabiskan
waktu bersama setiap harinya. Sungguh, hari-hari yang sangat indah jika itu
dilalui bersama Vina. Namun, Fitri tetap saja menghubungiku dan memberi
perhatian kepadaku walau itu perhatian sekecil apapun, meskipun aku tidak
memperdulikan dia tapi Fitri masih saja baik kepadaku.
Ponselku
berdering, ternyata ada telfon dari teman kelompokku di kampus dan menyuruhku
untuk segera datang. Saat menuju ke kampus di sore hari menjelang maghrib dengan
mengendarai motor tiba-tiba entah bagaimana kronologinya aku sudah terbaring di
rumah sakit dengan balutan perban yang membalut kakiku dan aku juga tidak dapat
merasakan kakiku, sepertinya mati rasa. Mungkin retak atau bahkan patah. Ketika
aku melihat sekeliling ternyata ada Fitri sedang tertidur dikasur yang aku
tiduri dengan posisi duduk dengan kepala dan tangan yang merangkul erat tanganku
yang tidak terluka ini. Seakan dia ingin selalu disampingku dan tidak ingin
kehilanganku.
“Fitri bangun fit...”
Ku bangunkan Fitri dengan perlahan menarik tanganku
yang telah dirangkulnya. Ternyata Fitri cantik juga kalo lagi tidur. Memang
sewaktu pacaran dulu aku tidak pernah melihat wajah Fitri yang sedang tidur.
Dengan perlahan aku mengusap rambutnya karena dia tidak bangun-bangun.
“Eh Rizal udah sadar yah, maaf ya aku ketiduran
tadi.”
“Iya gak apa-apa kok lagian ini udah hampir jam 11
malam. Oh iya aku kenapa? Kok aku ada disini? Terus kamu juga kok bisa ada disini?”
“Jadi tadi waktu kamu berangkat ke kampus, kamu
ditabrak oleh mobil, tapi mobilnya kabur gitu aja, terus aku dihubungi temanmu
kalo kamu gak sadarkan diri dan lagi dibawa ke rumah sakit oleh ambulan, jadi
aku kesini.”
“Oh begitu ya. Terus kakiku kenapa? Diperban
begini.”
“Kaki kamu retak Zal -_-“
“Astaga sebegitu parahnya. Tapi kamu nggak perlu
nungguin aku sampai selarut ini. Lebih baik kamu pulang, sudah malam juga,”
“Enggak ah Zal, aku mau nungguin kamu aja, lagian
aku udah izin kok ke orang tuaku.”
Berbulan-bulan
aku terbaring dikasur ini, menunggu sampai kakiku pulih, dan selama itulah
Fitri selalu ada setiap hari untuk menemaniku, merawatku dan menghiburku sampai
Fitri juga yang menuntunku untuk dapat berjalan dengan normal lagi. Selama berbulan-bulan
itupun aku tidak bertemu dengan Vina.
“Fit makasih ya kamu baik sekali, selama ini kamu
yang merawat aku sampai aku pulih. Maaf jadi merepotkanmu.”
“Iya sama-sama Zal, gak apa-apa kok aku ikhlas.”
“Ngomong-ngomong Vina kemana ya kok gak kesini?”
“Vina katanya pergi ke rumah neneknya. Enggak tau
juga, dia sekarang jarang muncul dan jarang menghubungiku,”
Akhirnya
aku sudah boleh pulang dan sudah bisa berjalan lagi bahkan sudah sembuh total.
Ini semua berkat Fitri yang merawatku dengan baik. Ketika perjalanan menuju
rumah, aku seperti melihat Vina sedang berboncengan sama cowok dengan arah tuju
yang sama denganku dan dia berada didepanku. Langsung saja aku menghubunginya
untuk memastikan kebenarannya. Ternyata benar dia mengangkat telfonku dan betul
apa kata Fitri, alasan Vina yang sedang mengunjungi neneknya. Padahal tidak
sama sekali.
Aku
kecewa dengan Vina, dia tidak benar-benar serius kepadaku. Dia hanya
mempermainkanku, dan akupun tersadar bahwa ada sosok Fitri yang begitu tulus
dan ikhlas menyayangiku dengan sepenuh hatinya. Aku menyesal telah tidak peduli
kepadanya dan aku akan meminta maaf serta ingin mengulangi semua dari awal. Aku
akan membukakan hati kembali untuk Fitri.
Seminggu
berlalu dan aku berencana untuk membuat kejutan kepada Fitri. Segeralah aku
menuju ke rumah Fitri yang jaraknya tak jauh dari rumahku. Setelah mendekati
rumah Fitri aku dikagetkan dengan adanya bendera putih yang menggantung didepan
rumahnya. Terlihat ada Vina yang sedang berjalan sambil menangis didepan rumah
Fitri. Akupun lari lalu menegur Vina.
“Vina ini ada apa? Kenapa ada bendera putih di rumah
Fitri? Terus kenapa kamu menangis?”
“Iya Zal, Fitri meninggal tadi subuh. Dia sudah
tidak kuat lagi melawan penyakit kankernya.”
“Penyakit kanker? Sejak kapan? Kok aku gak tau?”
“Sebenernya sudah lama, aku sempat salut kepada
Fitri, dia begitu kuat melawan penyakitnya itu, maaf aku tidak memberitahukan
ini semua kepadamu sebelumnya karena ini permintaan Fitri sendiri yang tak
ingin kamu tau. Fitri bisa kuat selama ini karena ada penyemangat dia, karena
ada orang yang dia sayangi, karena ada alasan dia untuk kuat melawan
penyakitnya jadi dia berusaha kuat untuk membuat orang yang disayanginya
bahagia, dan dia senang kemarin bisa merawat orang tersebut hingga pulih dari
sakitnya. Orang itu adalah kamu Rizal! Aku kemarin sengaja gak menengokmu dan
membiarkan Fitri yang merawat kamu karena aku sudah merasa bersalah telah merebutmu
darinya. Maka dari itu aku ingin membuat Fitri bahagia berada disamping orang
yang disayanginya. Oh iya, dia sebelumnya menitipkan surat ini untukmu.”
Aku tak menjawab perkataan dari Vina, langsung aku
ambil surat itu dan segera aku membacanya dengan penuh rasa penyesalan dan
menahan air mata yang seakan ingin menumpahkan semua isinya.
Dear
Rizal,
Rizal, maafin aku yang selama ini selalu
mengganggu kehidupanmu. Aku tau kamu sudah tidak peduli lagi kepadaku, dan aku
juga tau kalo kamu menyukai Vina, aku tau itu dan aku tidak marah kepada
siapapun karena semua ini adalah pilihanmu.
Maafin aku juga karena aku telah menutupi
penyakitku dari kamu, karena aku tidak ingin kamu memikirkan penyakitku, aku
hanya ingin membuat orang yang aku cintai bisa bahagia. Melihatmu tersenyum
saja aku sudah bahagia dan satu lagi, aku sangat bersyukur juga kemarin telah
diberi kesempatan bisa tertawa bersamamu, memperhatikanmu, dan telah merawatmu
hingga kamu pulih dari sakitmu. Itu merupakan momen terindah dalam hidupku
bersamamu Zal. Aku janji tidak akan melupakan momen tersebut.
Sekali lagi maafin aku ya, aku tidak bisa
berada disampingmu selamanya. Tapi aku akan selalu mendoakan yang terbaik
untukmu. Aku akan selalu ada disampingmu dengan sayap putih yang kumiliki kelak
di dunia lain dan aku akan selalu mengawasimu. Karena aku sangat mencintaimu
Rizal!
Love
You,
Fitri
Membaca surat itu aku tak kuasa menahan air mataku
dan aku langsung berlari menuju jenazah Fitri dengan penuh penyesalan dan rasa
bersalah. Aku tetap memberikan bunga mawar yang aku bawa dari rumah tadi karena
sengaja akan aku berikan kepada Fitri. Tapi kini Fitri yang menerimanya sudah tak
lagi bernyawa.
“Fitri bangun fit! Bangun! Aku ada kejutan untukmu!
Aku bawakan bunga mawar kesukaanmu dan aku mau kita bisa kaya dulu lagi! Fit
aku minta maaf karena sikapku yang acuh kepadamu belakangan ini. Aku menyesal
Fit! Tolong Fit jawab aku!”
Aku sangat menyesalinya karena tidak bisa mengungkapkan
isi hatiku dan menyampaikan permohonan maafku yang selama ini sudah salah memahaminya.
Aku tidak bisa menyampaikan itu semua langsung kepadamu yang masih bernyawa.
Tapi kini kau telah berada dilangit ke tujuh bersama bidadari cantik lainnya.
Mulai
saat itu aku berjanji tidak akan menyia-nyiakan orang yang tulus menyayangiku,
entah itu datang dari masa lalu ataupun dari orang yang baru aku kenal
sekalipun aku akan bersikap baik. Tidak akan pernah aku tak memperdulikan orang
lagi. Aku belajar banyak dari sosok Fitri apa arti ketulusan, keikhlasan, kasih
sayang dan hal-hal baik lain dari Fitri. Selamat tinggal Fitri semoga kau
tenang dialam sana sayang.
Baca
juga: (Cerpen) Friendzone
Posting Komentar
0 Komentar